CERPEN

Tuesday, March 21, 2017

CONTOH TEKS PENYIAR RADIO BAHASA INGGRIS OLEH M.Z. BILLAL




( 1 )
Assalamualaikum Warrahmatulahi Wabarakatuh

Good morning and what’s up guys,? Hopefull yes growing better right!
.
This morning during the next hour, with me Aulia which airs with Comtec Radio on 77.7 Fm who will accompany activities you all to be more passionate and knowledgeable, of course in the segment Up To Date News,
to share information that invites you to see the phenomenon of what is happening today. like a natural phenomenon or a social phenomenon. everything will be summarized here. on Up to Date News Comtec Radio

And don’t forget, for you who have the time to join with me, can give feedback on the information that will be I give.
 Can be via sms on number 085270002000 or through Fanpage Comtec Radio with #uptodatecomtecradio.

And to start our togetherness, I will give you a song that make us all the more excited this morning. The Chainsmokers and Coldplay with his song Something Just Like This. Don’t go anywhere because Aulia and Comtec Radio will be back soon and check this song…..

Song Playing………………………….




( 2 )
Okay guys, back together Aulia and Comtec Radio 77.7 fm. Still spirit, right? Obviously because I am here is very excited for you all The Comtecker.

And updated information that will give me related to natural phenomena that occurred in March. What is that? Yep, associated with Equinox.

Woww..... What was the Equinox? Be Patience, guys.... Previously, I would like to remind to all of you who want to join in here to respond, via sms on number 085270002000 or can be through fanpage Comtec Radio with #uptodatecomtecradio.

Okay ... let's talk about Equinox ...

Guys, Equinox is a phenomenon where the sun is on the track of the equator.
This phenomenon happens two times a year, on March 21 and September 23.
The rare event also makes the position of sunrise and sunset can be viewed horizontally across the globe. People living in the subtropical region of the north and south can also witness this phenomenon. When this phenomenon takes place, the duration of day and night in all parts of the earth relative to the same. Including Indonesia, which is located at the equator.

But ...... it seems a lot of people, especially in Indonesia's misunderstood about this equinox phenomenon, guys. They become anxious and worried if the Equinox can threaten their health.

According to Environment Climate experts from the Faculty of Geography, Dr Emilya Nurjani, She confirmed that conditions would indeed lead to an increase in air temperature in Indonesia. However, it will not result in a temperature rise drastically. It is certainly different from the heat wave that occurred in Africa and the Middle East. So no need to go overboard in response to this phenomenon Equinox. In Indonesia, if the Equinox takes place, the air temperature ranges predicted at least 32-36 degrees Celsius. That's because Indonesia is a country that is wet or damp.

And in the end, Guys, we all certainly can conclude wisely. No need to feel excessively with Equinox this phenomenon. And the most important thing is to maintain the health of yourself, your family and the environment where you live. Because maintaining health is mandatory. There must be a time when something threatens to occur.

Well, have started to understand the guys ... okay, once again I remind you to join in 085270002000 and Comtec Fanpage Radio, give you feedback about the information earlier.
While waiting for your response, I will give a more song to make you even more excited. Alan Walker with Alone .. Because You're not alone ... there Aulia and Comtec Radio here. Will  comeback soon and check this song ... ..


(3)

Back again, still with Aulia and Comtec Radio on 77.7 fm ... t
his time I will immediately read 2 responses that have entered ...
okay, the first from 081250XXX
"Wow, was surprised as well. Fear is like in Africa, Sister. Not as hot as you can imagine if it was. Thankfully if only briefly and not as hot as it was. Thank you for the information, Sister Aulia "

Okay ... you’re welocme .. hopefully useful information.

And the second via facebook .. From Andita
 "Good morning Sister, (" Morning too Andita  the Beautiful .. ")" Helpful once the information. So no need to worry. Stay healthy and spirit! "
(Yep, absolutely right Andita. Stay healthy and spirit! For all Comtecker wherever you are)

Thank you so much that is already giving its response. May be useful.
But unfortunately, yes, because the info was ending our encounter in this segment. But don’t  worry because segment Equally cool activities will always accompany you all.
and I am Aulia say thank you and have a nice activity. Stay at Comtec Radio ... Smart And Keep smile .. See you with the last song.. Rachell Platten with Stand By You

Wassalamualaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh

Wednesday, March 15, 2017

NOVEL INCREDIBLE OF ZAIN; EggTales_BAB 1_M.Z Billal







       The INCREDIBLE OF
ZAIN

_Egg Tales_
( Kisah-kisah dari telur )











M.Z. Billal



1.           Keajaiban 15  Menit

        Pagi ini cuaca sangat tidak bersahabat. Hujan disertai angin yang cukup kencang sejak sebelum subuh. Ibu bergegas membereskan meja makan usai aku menyantap nasi goreng dengan telur dadar kecap di atasnya. Ia mondar-mandir dari dapur ke ruang makan yang jaraknya hanya tiga meter. Sesekali matanya melirik ke arah jendela, dia mungkin sedang memikirkan sesuatu sambil melihat pot gantung bunga seruni ungu di luar yang terombang-ambing dihempas angin.
            Sementara aku, hanya duduk memerhatikannya sambil melihat jam dinding berbentuk dua angsa putih berhadapan yang sudah menunjukkan pukul tujuh kurang lima menit. Mulai gelisah, aku berkata pada ibuku,
            “Bu, aku harus pergi sekolah sekarang.”
            Ibuku tersentak. Sejurus menatapku dengan lekat. Keriput di wajahnya menyiratkan kecemasan.
            “Tidak perlu, cuaca sedang tidak bagus. Lebih baik kamu di rumah, Sayang.” Ia berlalu begitu saja sambil tersenyum hambar.
            “Tidak bisa, Bu,” jawabku seraya berdiri dari kursi. “Aku harus pergi sekolah sekarang. Ada ujian praktek yang tidak boleh aku lewatkan.”
            Lagi-lagi ibuku hanya tersenyum. Dia melarangku untuk berangkat ke sekolah sementara dia sendiri berkemas untuk berangkat kerja. Ya mungkin karena ibuku adalah seorang kasir mini market, itu mengharuskannya bekerja tanpa mengenal cuaca. Aku hanya bisa menghela napas kecewa.
            “Bu, aku harus pergi,” aku merengek.
            “Tidak, Zain!” Tiba-tiba saja Ibu membentak. “Apa kamu pikir Ibu akan membiarkanmu ke luar dengan hujan, angin, dan jalanan yang bisa mengancam keselamatanmu. Tidak, sayang. Ibu akan menghubungi guru kelasmu untuk mengizinkanmu libur. Ibu rasa ada banyak siswa yang tidak hadir hari ini.”
            Aku merengut dan menunduk lalu berjalan melewatinya tanpa berkata sedikitpun dan duduk di ruang tamu. Aku paling tidak bisa membantah perintah ibu. Aku harus menuruti kemauannya selagi itu untuk kebaikanku. Aku tahu ibu sangat menyayangiku. Apalagi sejak kepergian ayah yang tak pernah kembali. Ia samasekali tidak ingin aku sakit apalagi terluka atau hal-hal mengerikan yang bisa saja terjadi padaku. Ibu sangat trauma atas kejadian itu, dan lagi-lagi aku merindukan sosok ayah dalam hidupku.
            Dimanakah engkau Ayah?
Ayahku adalah seorang penebang kayu. Dulu ia pamit untuk pergi ke hutan saat pagi usai membaca prakiraan cuaca di surat kabar yang mengatakan hari itu hujan akan turun dengan sangat deras. Sebelum pergi ia berjanji pada kami akan pulang cepat bahkan sebelum aku meniup lilin di atas kue ulang tahunku yang ke tiga.  Tetapi kenyataannya, hingga kini saat usiaku akan menginjak lima belas tahun ia tak pernah kembali. Bahkan untuk kabar terburuknya pun tidak. Kami tak pernah tahu apa yang terjadi pada ayah pada hari itu. Semuanya seperti kenangan di dalam gelas, yang berdenting memilukan tiap kali kami mengetuknya dengan sendok kesedihan.
Aku tidak berani memandang wajah ibuku. Perempuan empat puluh tahun dengan kerut kenangan di wajahnya. Matanya sendu, tubuhnya kecil dan kurus. Aku lebih tinggi lima sentimeter darinya. Namun, ibuku adalah wanita hebat yang mampu bertahan  dengan banyak cobaan yang menerpanya. Walau kenyataan yang tersembunyi ia adalah perempuan yang rapuh. Ibu berjalan mendekatiku sambil menarik ritsleting jaketnya lalu duduk di sebelahku sambil berdeham.
“Apa kamu tetap  ingin berangkat ke sekolah? Hmm?” tanya ibuku.
Aku menoleh sesaat dengan murung lalu mengangguk menunjukkan keinginanku. Aku tidak tahu apakah ibu akan marah atau tidak. Yang jelas aku sudah memberitahunya.
“Ya sudahlah,” Ibu mendesah. “Ibu juga tak ingin melihatmu sedih. Pergilah ke sekolah, kenakan jas hujan dan sepatu bootmu. Semoga kamu mendapat nilai ujian praktek yang memuaskan.”
Aku terkejut. Gembira. Mataku terbelalak dan spontan merangkul lengan ibu. Ada kehangatan luar biasa di sana yang tak bisa kutemukan di tempat lain dimanapun di dunia ini.
“Benarkah, Bu?” tanyaku penuh semangat mencoba meyakinkan diriku untuk jawabannya. Ibuku hanya mengangguk senang. “Kalau begitu aku harus bergegas mengambil sepeda!”
“Tidak Zain.” Ibu menarik tanganku.
“Ke-kenapa tidak lagi, Bu? Ada apa?”
“Kamu hanya boleh ke sekolah dengan berjalan kaki dan membawa payung,” jawab Ibu.
Aku terkejut lagi. Bukan senang, melainkan ingin pingsan dengan jawaban ibu. Bagaimana tidak, ia menyuruhku ke sekolah dengan berjalan kaki. Itu akan menghabiskan banyak waktu dan mustahil rasanya bisa sampai di sekolah dengan tepat waktu. Apalagi dengan kondisi cuaca yang buruk. Apakah ibu sedang membuat pilihan tegas untukku? Berdiam di rumah yang hangat atau berjalan menembus hujan dan angin yang dingin.
“Perdebatan kita cuma menghabiskan waktuku, Bu. Bagaimana mungkin aku bisa sampai di sana dalam waktu lima belas menit?”
“Sayang, Ibu sangat mendoakan kebaikanmu saat berjalan kaki.”
“Lalu, apa Ibu tidak mendoakanku saat bersepeda?” protesku cepat.
“Zain, percayalah kamu bisa sampai di sana dalam lima belas menit. Asalkan kamu tetap tenang dan menaati peraturan. Tetap di kiri.”
Ibu seperti polwan lalu lintas yang sedang memberi himbauan, dan aku seperti pengendara yang terjaring karena melanggar ketertiban lalu lintas. Tatapan matanya mempunyai kekuatan tersendiri dalam meyakinkan keraguanku. Dengan sigap ia menarik keluar payung berwarna biru muda dari dalam keranjang tabung plastik di depan kami. Sembari tersenyum ia mengulurkan payung itu padaku dan mengecup keningku.
“Hati-hati, Zain. Ibu sangat menyayangimu.”
“Ya, Bu. Aku juga sangat menyayangimu,” balasku lesu dan kecewa  sambil memutar gagang pintu dan menutupnya saat aku sudah berada di luar.
Rumit rasanya berjalan dengan hujan yang terus mengguyur dan angin menerpa. Dingin segera saja masuk di antara rapatnya seragam, baju hangat, dan jas hujan anti air. Payung yang kupegang sama menggigilnya dengan tubuhku. Melewati jalan desa yang sepi, lurus dan panjang sebelum aku menuju jalan raya sudah membuatku kehilangan rasa percaya diri bahwa keakuratan ibu dalam menghitung ketepatan waktuku sampai di sekolah hanyalah omong kosong belaka. Aku bukan penyihir yang bisa terbang dengan sapu lidi bergagang kayu agar aku bisa cepat sampai di sana. Aku  cuma remaja kecil yang tidak mau mendengarkan saran ibu. Tapi ibu sendiri tidak mau menuruti keinginanku bersepeda. Agak kesal rasanya. Dan kekesalanku semakin bertambah saat cipratan mobil mewah milik keluarga Harris yang sombong melintas tepat mengenai wajahku dan dia meneriakiku dari kaca jendela yang dibuka sesaat, “Hey, Bodoh! Kau telat!”
Aku jadi mengumpat sambil mengelap wajahku yang kuyup.  Perjalanan pagi ini seperti setahun lamanya. Aku hanya bisa pasrah jika kenyataan tak berpihak padaku. Dan aku jadi tak memikirkan apakah aku bisa sampai di sekolah dengan tepat waktu atau tidak demi ujian praktek bernyanyi lagu kebangsaan, ketika aku melihat seseorang berjubah tebal berjalan  di seberang padang rumput hijau tempat  anak-anak desa biasa menggembalakan ternaknya. Di antara derasnya hujan yang mengganggu pandangan, aku dapat melihat orang itu masuk ke dalam hutan. Membuatku teringat pada ayah. Apa yang dipikirkan orang itu hingga nekat masuk ke dalam hutan dalam cuaca yang buruk seperti ini? Apa dia mau menghilang selama-lamanya seperti ayahku? Dasar orang bodoh!
Aku telah banyak mengumpat sepagi ini. Dan kakiku tiba-tiba saja terasa berat. Seakan membeku bersama aspal jalanan. Aku berharap ada orang baik yang melintas dan memberiku tumpangan gratis. Alih-alih demikian, memang ada dua cahaya menyorot di kejauhan ketika aku menoleh ke belakang. Aku tidak tahu apakah itu bus atau mobil jenis lainnya, yang jelas dengan kecepatan yang luar biasa ia malah menabrakku hingga terpental jauh dan membuatku tak  sadarkan diri sejenak sampai aku terbangun lagi dalam kondisi berdiri dan mendengar bunyi teriakan seseorang.
“Hey! Apa kau mau terus berdiri sia-sia dan mendapat hukuman di sana?”
Perlahan mataku terbelalak saat tahu siapa yang meneriakiku. Barun. Seorang penjaga pintu gerbang dan keamanan sekolah bertubuh gempal yang selalu memuja kedisiplinan. Tapi yang jauh lebih mengherankanku adalah bagaimana aku bisa benar-benar sampai di depan sekolah? Dalam waktu lima belas menit pula? Siapa yang mengantarkanku? Aku masih terus bertanya-tanya sendiri sambil berjalan memasuki gerbang sekolah dan mendengar Barun menggerutuiku.
Sekarang aku benar-benar percaya pada keyakinan ibu. Aku tahu ini terjadi karena doa ibu yang hebat. Entahlah apa yang terjadi setelah tabrakan itu dan siapa yang menyelamatkanku. Aku hanya bisa bersyukur dengan keajaiban lima belas menit pagi ini. Wajah ibu yang cerah membayang di antara tumpukan awan mendung membuatku lega.
***

CERPEN M.Z. BILLAL_Senja dalam Saku Kemeja

Bolehkah aku terus berandai? Gumamku dalam hati kepada senja yang membias oranye di balik bukit, menjadi latar belakang yang sangat i...

Translate