CERPEN

Friday, August 19, 2016

CERPEN 2014 BILLAL-ABDUL ANAKKU



Abdul, Anakku
Oleh: Hijrah BillaLogica

Tiap kali usai salat berjemaah di mesjid maka pulangnya Abdul, anakku, akan memintaku untuk menggendongnya sampai tiba di rumah. Dengan gembira dia akan sangat erat memelukku dan menciumi pipiku atau bahkan dengan usil ia akan mempermainkkan jenggot tipis yang tumbuh di daguku. Sesekali aku akan membalas ciumannya dengan hangat.
Abdul, anakku, Usianya memang masih kecil. Empat tahun lebih tiga bulan. Tapi aku sangat bahagia dan bangga terhadap anakku itu. Ia selalu sangat bersemangat saat kuajak dirinya salat berjemaah di mesjid. Apalagi dia tidak seperti kebanyakkan anak-anak lainnya yang selalu berisik dengan kenakalan mereka. Abdul lebih memilih duduk manis dan patuh dengan bahasa yang kuisyaratkan padanya. Di mesjid, kita sangat dilarang untuk ribut. Allah sangat tidak menyukainya.
Tapi aku sangat menyadarinya kenapa Abdul sangat berbeda dari anak-anak sebayanya. Bahkan perbedaan itu pulalah yang membuat Abdul tidak suka bermain di luar rumah. Ia hanya menghabiskan waktu siang harinya dengan menggambar, merangkai kata sederhana dari huruf-huruf alfabet, berhitung dari satu sampai sepuluh, melafalkan beberapa huruf hijaiyah yang terdapat dalam juz ama atau bersenandung dengan irama tak beraturan. Itu pun hanya aku dan istriku yang dapat mengajarinya demikian. Melalui gerak tubuh dan bibir kami.  Karena Abdul, anakku, terlahir sebagai seorang tuna rungu. Sejak lahir ia tidak dapat mendengar apapun. Kecuali suara hatinya sendiri. Dokter mengatakan bahwa anakku tidak akan bisa mendengar sampai Tuhan memberikan keajaiban padanya. Sebab struktur telinga dalam Abdul mengalami kerusakan yang parah. Aku dan istriku tidak telalu paham akan hal itu. Kami tidak mengerti penyebab kelainan Abdul.
Akan tetapi, meski Abdul berbeda tapi ia tetaplah anugerah terindah dalam keluarga kecil kami. Dia adalah lentera yang menerangi kegelapan hati kami. Senyum, tangis dan tawanya adalah pelangi yang membuat semakin indah kehidupan kami. Selalu bersyukur pada keindahan yang diberikan oleh Tuhan. Walau tak bisa dipungkiri kami sesekali menitikkan air mata melihat Abdul, tatkala ia menutup kedua telinganya sambil menggeleng lalu melepaskan tangannya sambil mengangkat bahu. Kami tahu, Abdul sedang berkata bahwa ia tidak bisa mendengar apapun.
Maka sebagai ayah dan ibunya, kami senantiasa berusaha untuk membahagiakan Abdul. Tidak ingin membuatnya bersedih dan tampak berbeda. Aku selalu berusaha membantunya mewujudkan keinginan-keinginan kecilnya. Seperti membelikannya mobil-mobilan, buku gambar dan pensil warna, atau sekedar menonton film kartun yang dia hanya dapat menikmati visualnya saja tanpa mengerti apa yang sedang dibicarakan oleh tokoh-tokohnya. Namun, Satu hal penting yang perlu diketahui banyak orang, Abdul memang seorang tuna rungu tetapi ia dapat dengan cepat mengerti sesuatu jika kami menuliskan sebuah kata pada selembar kertas. Misalkan kami menulis kata “Buku” maka ia akan paham bahwa kami sedang membicarakan tentang buku. Begitu seterusnya kami dengan perlahan tanpa marah mengajari Abdul nama-nama benda di sekitarnya.
Sampai pada suatu siang, ketika aku pulang kerja dan menemui Abdul yang sedang asyik menggambar, aku dibuat terkejut olehnya. Dia menghampiriku sambil tersenyum dan berkata berat terbata, “Ay-yah, gamh-bhar.” Kuusap kepalanya dan kucium pipinya sambil berkata dengan pola bibir yang sengaja kulebarkan agar dia mengerti apa yang aku ucapkan, “Te-ri-ma ka-sih Ab-dul.” Abdul pun akan amat senang dan langsung memelukku.
Namun, siang itu apa yang digambar Abdul berbeda. Biasanya dia hanya menggambar tokoh animasi kesukaannya, Upin dan Ipin berupa dua bulatan besar sebagai kepala dan beberapa garis bergerigi sebagai kaki dan tangannya atau dia akan menggambar banyak mobil yang ukurannya bermacam-macam dan berwarna-warni. Tapi kali ini Abdul menggambar sebuah mesjid berwarna hijau dengan kubah yang miring dan seorang lelaki yang berdiri di depan mesjid tersebut dengan sikap tubuh seperti hendak mengumandangkan azan. Buatku, itu adalah sebuah gambar yang luar biasa indah.
Aku terpaku memandangi hasil karya tangan dan imajinasi anakku. Aku tidak pernah menyangka Abdul dapat menggambar mesjid apalagi orang yang sedang azan. Itu sebuah anugerah baru yang kudapat disiang hari ini dari Abdul, anakku tersayang. Dengan apa yang tertera pada gambar itu aku bisa paham bahwa Abdul sangat menyukai mesjid dan orang azan.
Selagi aku memandangi gambarnya tiba-tiba saja Abdul mempraktekkan orang yang sedang serius azan di hadapanku dengan irama azan yang mirip dengan para muazin yang biasanya mengumandangkan azan di mesjid. Membuat hatiku bergetar dan tubuhku merinding. “Bagaimana mungkin Abdul bisa menirukan suara muazin padahal ia samasekali tidak pernah bisa mendengar?” tanyaku dalam hati. Aku jadi sangat antusias memandangi wajah anakku yang lugu. Apakah ini sebuah keajaiban Tuhan yang dimaksud itu? Aku tersenyum dan air mataku menitik.
Maka membalas semangatnya aku meraih pensil warna yang ada di tangannya dan kutuliskan besar-besar di dekat dua gambar itu agar ia mengerti apa yang ia telah gambar. “Mesjid” dan “Azan”. Dan segera saja ia langsung serius mencoba membaca dua kata sederhana tersebut sampai akhirnya kudengar suara azan benar-benar berkumandang dari mesjid dengan begitu merdu dan mendamaikan hati. Ah, Abdul Anakku, semoga kelak engkaupun menjadi seorang Bilal.
Aku tidak pernah berhenti berdoa  untuk kebahagiaan  Abdul dan kesabaran kami sebagai orang tuanya. Wajah Abdul selalu terbayang di pelupuk mataku. Selalu menjadi obat di kala sakit, menjadi senyum saat murung, menjadi bara semangat saat aku sedang lemah dan menuju putus asa. Setiap malam aku bersimpuh, bermunajah kepada Allah yang Maha Mengetahui. Dalam lirih aku berdoa,
“ Ya Allah, kuserahkan segalanya padaMu. Apa yang terjadi pada hari ini, esok, dan seterusnya. Semuanya adalah KetetapanMu. Hamba hanya memohon keselamatan , kesabaran, keberkahan, dan kebaikan dariMu. Semoga kami selalu berada pada jalan yang lurus. Ya Allah, dengarlah suara hati hamba yang teramat dalam ini, jadikanlah Abdul anak yang soleh, yang selalu taqwa terhadap perintahMu dan patuh kepada Ibu Ayahnya serta kelak berguna bagi banyak orang. Sesungguhnya hanya KepadaMu-lah kami menyembah dan memohon pertolongan. Amin Ya Robbal Alamin.”
Dan setiap malam pula seusai tahajud, sebelum kembali tidur kukecup kedua pipi Abdul dan berharap Abdul selalu mendapat mimpi yang indah.
***
Lirik, 30 Juni 2014


No comments:

Post a Comment

CERPEN M.Z. BILLAL_Senja dalam Saku Kemeja

Bolehkah aku terus berandai? Gumamku dalam hati kepada senja yang membias oranye di balik bukit, menjadi latar belakang yang sangat i...

Translate