CERPEN

Tuesday, May 24, 2016

CERPEN Hijrah BillaLogica_Bangunlah dan Katakan Sesuatu

Bangunlah, dan Katakan Sesuatu

          Ia merasa tak seperti biasanya. Kini hangat, nyaman, dan sangat ringan. Seperti mengambang di antara jaring-jaring lentur yang berdenyut. Ia tak bisa melihat apapun karena matanya tak dapat dibuka. Tapi ia tahu, ia telanjang. Ia juga merasakan denyut dan degup cepat yang lain di sekitarnya
.
Dan beberapa waktu berikutnya terjadi pergerakan yang terus berlanjut. Bunyi-bunyi retak semakin terdengar jelas. Ia berguling ke sisi yang lain ketika ia merasa sesuatu yang basah dan lengket menekannya ke luar jaring-jaring. Suasana tak senyaman tadi meski masih terasa hangat. Bergegas merangkak cepat di antara timbunan bulir-bulir kasar yang menggores kulitnya yang masih baru. Ada rasa kesal tapi juga riang ketika tahu bahwa tak hanya dirinya yang bergerak dalam kegelapan ini. Namun hal inilah yang membuat tanya besar dalam hatinya. Apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa ia dan yang lain harus bergerak dalam kegelepan ini?

          Mereka terus begerak naik. Perlahan, ia mulai merasakan udara sejuk masuk melalui hidungnya  dan titik-titik cahaya yang bertambah terang menembus rongga matanya yang terkatup. Dan betapa terkejutnya dia ketika sampai di atas permukaan dan membuka mata untuk pertama kalinya, melihat dirinya sendiri. Ia adalah seekor bayi penyu rapuh di antara ratusan yang menetas.

          Dia terdiam selagi saudara-saudaranya terus merangkak menuju laut yang berombak. Cahaya matahari yang bersinar terang dan angin pantai yang berhembus deras membuatnya semakin tak mengerti. Ia bukan tidak bersyukur, tapi ini adalah kenyataan yang jauh berbeda, yang justru membuatnya sangat takut. Memandang kawanan elang mulai berkulik tepat di bawah matahari dengan cakar tajamnya dan segera menukik lalu mulai menerkam bayi-bayi penyu malang yang belum sampai ke laut. Ini lanskap yang mengerikan. Ia tidak tahan dan mulai menangis keras meski tak ada suara yang keluar ketika sepasang kaki kokoh dengan kuku-kuku yang mengkilat berdiri di hadapan tubuhnya yang mungil. Paruh elang itu nyaris menembus cangkangnya yang masih lunak, namun ia berhasil selamat ketika sepasang kaki tajam yang lain mencengkeram erat badannya dan membawanya terbang tinggi dan semakin tinggi.

          Sekarang ia benar-benar takut. Pantai telah tertinggal di bawahnya bersama saudara-saudaranya berjuang untuk hidup.  Mungkinkah ini ajal baginya? Kelangsungan hidup memang sangat berharga meski rantai makanan adalah takdir yang tak bisa dipungkiri. Dalam takut dan air mata yang terus berlinang, ia menutup mata dan mengatakan sesuatu dengan lirih.

          “Ya Tuhan, aku sangat menyesal. Berilah aku satu kesempatan hidup untuk memperbaikinya. Bukan sebagai pencuri telur-telur penyu, melainkan membantu mereka menuju laut dan memberi tempat yang nyaman ketika mereka kembali. Dan aku bersyukur untuk hidup yang indah”

          Tiba-tiba saja elang itu melepaskan cengkeramannya dan membiarkannya terjun bebas, terhempas ke dalam laut yang dalam. Ia berenang cepat dengan empat kaki kecilnya dan mulai merasakan perubahan. Semakin cepat dan semangat ia ingin meraih permukaan laut. Kesempatan sangat baik tak datang tiap kali kesalahan dan kegagalan terjadi. Tuhan memercayai ucapannya.

          Dia berteriak lantang ketika udara kebebasan memenuhi paru-parunya. Membiarkan tubuh manusianya tetap terapung sembari memandangi langit biru yang luas. Dan membiarkan tiap penyesalan membuatnya menangis.

***

“Induk penyu selalu ingin bertemu anak-anaknya meski tak mungkin terjadi dalam hidupnya.”

_Hijrah BillaLogica_


Lirik, 16 Juli 2015    15:27 wib

No comments:

Post a Comment

CERPEN M.Z. BILLAL_Senja dalam Saku Kemeja

Bolehkah aku terus berandai? Gumamku dalam hati kepada senja yang membias oranye di balik bukit, menjadi latar belakang yang sangat i...

Translate