Little
Grasshopper ( Belalang Kecil )
Pada suatu pagi di hari
Minggu yang cerah. Matahari bersinar hangat, meski semalam hujan turun deras.
Kami keluarga jangkrik bersiap-siap hendak mencari makanan. Aku, Ibu, dan kakak
laki-lakiku. Kami tinggal di pohon nangka di sebelah rumah yang cukup besar.
Sedang asyik menikmati daun nangka yang empuk, aku mendengar seorang gadis
cilik bernyanyi dengan suara yang merdu.
“Bu,
aku ingin punya suara yang merdu seperti manusia itu,” kataku sembari melompat
ke ranting yang lebih tinggi agar semakin dekat dengan jendela. Meninggalkan
Ibu di bawah, demi menyaksikan gadis kecil yang tengah lincah menari dan
menyanyi ke sana kemari di dalam kamarnya yang berwarna merah jambu.
“Kita bukan manusia. Sadari itu.
Tuhan menciptakan keindahan setiap makhluk berbeda-beda. Jika kau ingin
bermusik, belajar saja pada keluarga jangkrik. Manusia sulit ditebak. Ia bisa
jahat dalam kebaikannya,” jawab Ibu datar. Membuatku sedikit kesal. Ia
samasekali tidak mendukung bakat dan keinginanku. Ia malah menyuruhku belajar
pada jangkrik.
Aku melompat ke daun yang menjuntai
paling dekat dengan jendela ketika Kakakku meneriakiku dari pucuk paling atas.
“Jangan dekati jendela! Gadis kecil itu berbahaya!”
Aku mendesah kesal. Membosankan. Ada
apa sih? Apa kehidupan belalang yang singkat ini harus dilalui dengan
cara yang membosankan juga? Aku pura-pura tidak mendengar ketika Ibu mengajakku
ke dahan yang lain untuk menjauhi jendela. Memilih bersenandung mengikuti irama
merdu yang dilantunkan gadis kecil yang tengah memeluk piala atas kemenangannya
di kompetisi bernyanyi dan mulai berjalan pelan mendekati jendela, mendekatiku.
Suaranya yang indah semakin
terdengar jelas. Senyumnya semakin manis ketika ia memainkan rambutnya dan
menurunkan pandangannnya. Ia tampak ramah dan penuh kasih. Aku tertarik pada
jemarinya yang mendarat tepat di hadapanku. Kudekati, dan ia mengusap-usap
sayapku sambil terus bernyanyi.
Kemudian Kakakku kembali meneriakiku
lalu disusul ibuku, “Kau seharusnya tidak di sana! Melompatlah selagi kau
bisa!”
“Ibu tidak mau kau dalam bahaya.
Cepatlah, Nak.”
Mereka menyebalkan.
Ayolah, ini menyenangankan! gumamku sembari melompat ke telapak tangan gadis
kecil itu. Gadis kecil itu terus bernyanyi. Namun mendadak ia membuatku gugup
ketika telapak tangannya yang lain dikatupkan di atas telapak tangan tempatku
berada. Menyisakan kegelapan bias merah dengan celah sempit cahaya.
Kemudian gadis kecil itu berhenti
bernyanyi. Dan tiba-tiba tubuhku terguncang terlempar dan berputar dalam
tangkupan tangannya. Aku benar-benar merasa sangat pusing dan ketakutan.
Seharusnya aku mendengar kata Ibu dan Kakakku tadi. Aku menyesal. Ketika ia
membuka tangannya, aku melihat wajahnya sangat dekat. Ia tidak bernyanyi lagi
dengan wajahnya yang manis. Melainkan geraman dan seringai mengerikan sambil
berkata, “ Hama bodoh sepertimu lebih baik jadi sarapan pagi Lady, ikanku yang
cantik.”
Tangannya sudah berada di atas
akurium berisi seekor ikan cantik berwarna biru berkilau yang mulutnya sudah
menganga-nganga menantikanku jatuh ke dalamnya. Aku sangat gugup dan takut.
Namun, ketika gadis kecil itu membalikkan tangannnya aku segera melompat dan
mendarat tepat di hidungnya. Rasa marah menyulut ketakutanku dalam bara emosi.
Kugigit sekeras yang aku bisa, membuat ia memekik dan memukul wajahnya sendiri.
Aku berhasil selamat. Melompat secepat mungkin menuju jendela dan keluar dengan
bebas ketika detik berikutnya ia memukul dengan sapu dan memaki keras, “Kau
hama sialan! Lihat saja, kau masuk lagi akan hancur!” Kemudian ia bernyanyi
lagi dengan emosi dan meninggalkan jendela.
Ibu benar, bahwa Tuhan menciptakan
keindahan makhluk berbeda-beda, dan manusia adalah makhluk yang sulit ditebak.
Mereka bisa jahat dalam kebaikannya. Aku jadi menangis dan ingin segera memeluk
Ibu.
***
“Hidup
yang diberikan Tuhan untukmu adalah yang terbaik untuk kamu jalani.”
_Billal
HB_
Lirik,
23 Juli 2015 12.12 wib
No comments:
Post a Comment